Paradigma yang menempatkan desa sebagai obyek pembangunan seperti era dekade sebelumnya berangsur-angsur bergeser semenjak diterbitkannya PP Nomor 72 Tahun 2005, yang di dalamnya mengatur tentang perencanaan desa (RPJM Desa) dan adanya Anggaran Dana Desa (ADD). Dua hal ini menjadi pendorong bagi desa untuk menyelenggarakan otonomi dan partisipasi aktif membangun masyarakatnya sendiri. Paradigma desa sebagai subyek pembangunan juga semakin dimantapkan setelah dikeluarkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pergeseran paradigma inilah yang kemudian melahirkan perspektif mengenai desa lama versus desa baru. Salah satu aspek yang paling mendasar dari perbedaan perspektif desa lama dibandingkan desa baru adalah kedudukan desa. Pada persepektif desa baru, desa bukan lagi hanya sebagai organisasi pemerintah yang berada dalam sistem pemerintahanan kabupaten/kota (local state government). Lebih dari itu, kedudukan desa kini sebagai pemerintahan masyarakat, yaitu hybrid antara self governing community dan local self goverment.
Dampak lain dari adanya persegeran paradigma mengenai desa adalah munculnya semangat dalam menumbuhkan kembali perekonomian desa dengan tujuan memandirikan desa, yaitu melalui suatu lembaga ekonomi bernama BUMDes. Cikal bakal BUMDes telah tertuang dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Secara lebih spesifik, BUMDes kemudian diatur dalam permendagri Nomor 39 Tahun 2010 dan kembali dirinci dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Keberadaan BUMDes semakin diperlukan guna menggerakkan potensi desa serta dapat membantu dalam upaya pengentasan kemiskinan. Selain itu, pendirian dan pelembagaan BUMDes juga sejalan dengan semangat desa membangun yang sekarang ini dijadikan solusi atas masalah ketimpangan desa-kota sebagai dampak dari pembangunan perdesaan dengan paradigm lama.
Dalam rangka Dies Natalis ke-37, Fakultas Bisnis mengangkat topik tentang pedesaan. Dalam Topik ini diambil tidak lepas dari semangat nilai-nilai Universitas Kristen Duta Wacana untuk melayani masyarakat secara profesional dengan semangat cinta kasih. General Stadium yang diselenggarakan secara zoom menghadirkan Pejabat yang kompeten dibidang pembangunan pedesaan, yaitu Bapak Budi Arie Setiadi di mana beliau menjabat sebagai Wakil Menteri Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi – RI. Dalam paparannya, beliau mengajak peran Universitas, baik dosen maupun mahasiswa, untuk turun berperan aktif dalam pembangunan desa karena kekuatan dari ekonomi suatu negara tidak terlepas dari kekuatan ekonomi desa. Padahal di sisi lain, perdesaan mempunyai banyak sekali permasalahan yang sangat fundamental untuk segera diselesaikan. Syarat utama pedesaan supaya maju adalah mayoritas penduduknya merupakan anak muda yang produktif. Syarat kedua supaya desa semakin maju adalah mempunyai SDM yang kreatif dan Inovatif, serta membutuhkan partisipasi warga. Salah satu permasalahan yang sampai sekarang sulit diatasi dan merupakan solusi utama persyaratan untuk perdesaan semakin berkembang adalah urbanisasi penduduk usia muda ke perkotaan sehingga di pedesaan mayoritas hanya dihuni oleh penduduk usia tua dan anak-anak yang kemudian menyebabkan kesulitan. Berangkat dari solusi ini, Kementerian Desa PDTT membuka pintu peran Universitas dalam skema pengabdian masyarakat, KKN, KKN-Tematik, dan MBKM untuk turut berperan aktif dalam pembangunan desa.
Dalam skema pembangunan desa ke depan, Kementerian mencanangkan BUMDes untuk rebound ekonomi desa, di mana lembaga yang salah satunya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah dengan basis digital. Beberapa BUMDes di Indonesia sudah berhasil dalam menerapkan bisnis berbasis digital dengan berbagai ragam produk. Produk tersebut diantaranya: pertanian, produk lokal, pariwisata, multiproduk, dan pasar laut. Salah satu pihak swasta yang dijadikan partner dalam pengembangan BUMDes berbasis pertanian adalah PT MSMB yang mengembangkan Smart Farming 4.0.
sumber berita: PSEB UKDW