Korupsi menjadi sebuah penyakit musiman di Negeri ini, setiap tahun selalu ada kasus tindakan korupsi yang menjerat Aparatur Sipil Negara, pejabat di Pemerintahan bahkan pihak swasta, sehingga headline berita di media massa atau elektronik terkait kasus korupsi menjadi hal yang membosankan bagi masyarakat Indonesia. Dengan maraknya kasus korupsi tersebut, maka Mahasiswa Prodi Akuntansi khsusunya yang tergabung dalam anggota kelompok Studi Akuntansi bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia untuk menyelenggarakan Kuliah Umum pendidikan anti korupsi pada hari Kamis, 30 Juni 2022 dengan mengusung tema “Membangun Integritas Di Perguruan Tinggi”.
Latar belakang tema tersebut didasari atas keresahan mahasiswa akuntansi Universitas Kristen Duta Wacana terkait minimnya partisipasi Perguruan Tinggi di Indonesia dalam membangun sikap berintegritas dan pendidikan anti korupsi di kalangan mahasiswa, dosen dan pegawai kampus. Perguruan tinggi diharapkan sebagai wadah bagi mahasiswa untuk membentuk sikap yang kritis dan berintegritas sehingga, mahasiswa yang sebagai generasi penerus bangsa ini bisa menjalankan amanat dan tanggung jawab tanpa melakukan tindakan-tindakan yang tidak mencerminkan sikap berintegritas seperti tindakan korupsi. Selain itu juga, dengan diselenggarakan kuliah umum ini mahasiswa dari kelompok studi akuntansi turut mengajak seluruh civitas akademika di Universitas Kristen Duta Wacana agar dapat terhindar dari upaya-upaya atau niatan untuk melakukan tindakan korupsi, karena selain melanggar hukum perbuatan korupsi sangat tidak mencerminkan sikap Kristiani, yang mana di UKDW sendiri memiliki nilai-nilai kedutawacanaan yang menjunjung sikap menaati Allah (Obedience to God), Melangkah dengan Integritas (Walking in Integrity), Melakukan yang Terbaik (Striving for Excellence), dan Melayani Dunia (Service to the World).
Narasumber yang diundang untuk memberikan materi kuliah umum ini adalah Dr. Nurul Ghufron, S.H., M.H. , yang merupakan wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta moderator kuliah umum pendidikan anti korupsi kali ini dimoderatori oleh Dr. Perminas Pangeran, M.Si selaku Dekan Fakultas Bisnis Universitas Kristen Duta Wacana. Dalam sambutannya, Ir. Henry Feriadi, M.Sc., Ph.D. Rektor Universitas Kristen Duta Wacana menyebutkan bahwa persoalan sehari-hari tentang korupsi ini melekat dan memang tidak mudah untuk di atasi, ini adalah problem generasi ke generasi. Oleh karena itu KPK pada hari ini menagih janji komitmen untuk mendukung melalui kampus atau Pendidikan Tinggi ini agar juga berupaya mendidik dan mengubah karakter bangsa ini menjadi bangsa yang bersih, jujur dan bertanggung jawab. selain itu juga Ir. Henry Feriadi, M.Sc., Ph.D. menyampaikan bahwa kedepannya Fakultas Teologi Univeristas Kristen Duta Wacana dapat membantu KPK untuk memberikan pemikiran bagaimana karakter itu bisa dihubungkan dengan relasi kita dengan Tuhan menyangkut hal filsafat keilahian. Beliau menjelaskan juga bahwa UKDW memiliki Salah satu center kajian untuk bisnis etik (etika bisnis) yang nantinya akan diperluas lagi antara berelasi dengan dunia bisnis dengan Pemerintahan karena ini biasanya yang wilayahnya abu-abu dan mudah untuk terjadi tindak pidana korupsi.
Sementara itu, Dr. Nurul Ghufron, S.H., M.H. dalam paparannya menyebutkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi membutuhkan jaringan- jaringan dari Universitas untuk membantu gerakan-gerakan anti korupsi. Korupsi sendiri menghambat pencapaiannya tujuan nasional (negara) karena tujuannya korupsi yaitu untuk kepentingan pribadi, “Yang disebut korupsi itu ketika kita menyerahkan kekuasaaan untuk mengelola kewenangan publik, mengelola kekayaan negara, dan ternyata pengelolanya menyalahgunakan kekuasaan terebut untuk kepentingan pribadi,” terangnya.
Lebih lanjut, Nurul Ghufron menyampaikan dampak dari korupsi sendiri yaitu merusak pasar, harga, persaingan usaha yang sehat, meruntuhkan hukum, menurunkan kualitas hidup/pembangunan berkelanjutan, merusak proses demokrasi, pelanggaran hak asasi manusia dan menyebabkan kejahatan lain berkembang. “korupsilah yang membuat kita jauh dari mimpi-mimpi para pendiri bangsa untuk mendirikan Indonesia yang adil dan makmur,” imbuhnya. Penindakan korupsi sulit untuk dilakukan jika motif/orientasi hanya untuk mengejar uang dari jabatan, mengembalikan modal, dan menambah kekayaan pribadi. Beliau menjelaskan bahwa kepala Desa, Bupati, Gubernur, Anggota Dewan terjerat kasus korupsi lantaran biaya untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau anggota dewan harus memiliki biaya yang besar misalkan biaya Pilkada idealnya 65 Milyar sedangkan gaji pokoknya Bupati hanya 8 juta perbulan. Hal tersebut yang melatarbelakangi terjadinya tindakan korupsi apalagi jika calon kepala daerah atau anggota dewan dari awal menganggap ketika dirinya memiliki jabatan tersebut merupakan peluang untuk mendapatkan uang (kekayaan). “perilaku itu adalah cerminan dan manifest dari nilai, nila itu tercermin dari keyakinan. Kalau memaknai hidup ini hanya untuk eksis diri (mewah dan jabatannya tinggi) kalau itu yang menjadi target hidupnya maka kemudian pasti perbuatannya tidak lagi mengindahkan etik ataupun norma sosial dan agama,” pungkasnya.
Untuk mengantisipasi tindakan korupsi diperlukan sistem tata kelola yang baik khususnya didalam birokasi pemerintahan dan diimbangi dengan tumbuhnya sikap yang berintegritas. Sikap berintegritas bisa kita bangun diranah-ranah institusi pendidikan, dengan tumbuhnya sikap jujur dan bertanggung jawab maka, mendorong kita untuk mengimplementasikan sikap yang berintegritas dan terhidar dari tindakan-tindakan korupsi. Walaupn sistemnya sudah bagus tapi jika masyarakatnya tidak memiliki sikap yang jujur dan bertanggung jawab, ketika ada cela untuk melakukan tindakan korupsi masyarakat tersebut dapat memanfaatkan peluang dan mencoba untuk menjebol sistem yang sudah ada.
Diakhir acara, para peserta diberi kesempatan untuk berdiskusi mengenai membangun integritas di perguruan tinggi seperti memberi pertanyaan kritis mengenai keteladanan dalam bentuk bagaimana cara KPK menilai internal didalamnya terkait perspektif nilai intergritasnya sendiri sehingga civitas akademika mengadopsi sistemnya sehingga dapat diterapkan di dalam kerangka komunitas di mahasiswa ataupun institusi yang lebih tinggi, adakah rumus untuk menilai indikator integritas didalam internal KPK, dan kurangnya ketegasan pemerintah untuk memperkuat KPK yang dibuktikan dengan institusi KPK sendiri hanya memiliki kantor di Jakarta sementara dengan luasnya wilayah Indonesia minimal dibutuhkan keberadaan Institusi tersebut di tiap-tiap provinsi karena kepercayaan publik terhadap penegak hukum seperti Jaksa dan Kepolisian rendah jika dibandingkan dengan KPK. Harapannya, kegiatan Kuliah Umum Pendidikan Anti Korupsi bersama dengan Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) dapat membuka kesadaran bagi kalangan civitas akademika tidak hanya di lingkungan UKDW tetapi Institusi Pendidikan Tinggi lainnya untuk ikut menanamkan budaya yang mencerminkan nilai kejujuran dan anti terhadap tindakan-tindakan korupsi, sehingga sikap integritas akan tumbuh dan menjadi jati diri yang melekat didalam diri mahasiswa, dosen dan pegawai kampus.
Penulis: Filipus Pandito Firman Sakti